Seorang ibu nampak
keluar dari rumah panggung di tepi sungai.
Sambil melihat
sekitar tempat mandi di tepian sungai
kemudian ia pun memanggil nama anaknya, lalu berkata ‘cepatlah naek,
jangan betapok. Sebentar agek nak magerib’
Jika anda ingin mendengar dan menjumpai bahasa
melayu Pontianak yang masih sangat
kental dengan cengkok khasnya. Cobalah anda ke daerah pesisir Sungai Kapuas. Dari kampong melayu, kampong Kamboja,
kampong Kuantan, kampong Bansir, kampong Bangka, kampong kapur, kampong banjar
serasan. Dan kampong Tambelan Sampit, yang akan kita ketengahkan kali
ini. Terletak di tepi Sungai Kapuas Kecil. Tak seberapa jauh jembatan Kapuas Satu. Tepatnya disebelah
Timur Istana Kadriah.
Sejarah panjang
keberadaan Kampong Tembelan Sampit, tidak akan terpisah dari nama Panglima
Abdurrahman. Beliau merupakan Panglima Kesultanan Pontianak di masa Sultan Syarif
Abdurrahman AlKadri. Panglima
Abdurrahman bergelar Dato' Kaya/Tok Kaye Abdurrahman, berasal dari daerah
Tambelan. Beliau juga pernah menjadi Panglima di Kerajaan Kerajaan Siak Sri
Inderapura-Riau.
Berdasarkan
beberapa data, tulisan yang berkenaan dengannya. Ketika di Kerajaan Siak sedang terjadi perebutan
kekuasaan dengan intrik-intrik politiknya. Panglima Abdurrahman bersama
keluarga besarnya meninggalkan Siak, kemudian menuju ke Pontianak, dan beranak
cucu di Pontianak ini.
Kesultanan Pontianak waktu itu belum lama berdiri dengan
Sultan Syarif Abdurrahman AlKadri sebagai Sultan pertamanya. Setelah datang,
bersilaturahim dan diterima oleh Kesultanan Pontianak. Hingga dipercaya menjadi
Panglima dan salah satu orang kepercayaan Sultan.
Karena kecakapan dan kedekatannya, Panglima Abdurrahman
kemudian diperkenankan untuk membuka suatu areal tanah yang tak seberapa jauh dari
kawasan Istana Kadriah. Di areal ini kemudian menjadi pemukiman dan bernama
Kampong Tambelan. Sesuai dengan asal daerah panglima Abdurahman, yakni pulau Tambelan.
Namun, ada juga versi cerita yang sedikit agak berbeda
berkenaan dengan penamaan kampong ini. Konon,
ada cerita yang mengatakan asal muasal penamaan kampung ini dari kata Kampong Timbalan Raja. Maksudnya adalah
suatu Kampong yang dipimpin oleh seorang timbalan/wakil Sultan. Hal ini karena
begitu dekatnya Panglima Abdurrahman dengan Sultan ketika itu, sehingga
keberadaan Panglima Abdurrahman sudah dianggap sebagai Wakil/Timbalan Raja
(Timbalan Sultan).
Kemudian Panglima Abdurrahman mempunyai keturunan bernama
Abdul Rani. Yang juga menjadi Panglima Kesultanan Pontianak. Panglima Abdurrani
bergelar Tok Kaye Mude Pahlawan, juga Tok Kaye Setia Lile Pahlawan. Namanya
sekarang diabadikan sebagai salah satu nama jalan di Kampong Tambelan Sampit,
tepatnya di dekat mesjid Al-Mu’minun.
Sebagai
daerah yang dahulu terkenal dengan resam budaya dan agamanya, ada begitu banyak
tokoh yang pernah ada dan berasal dari
di kampong Tambelan Sampit ini, diantaranya : Haji Ismail bin Haji Abdul Latif, atau lebih dikenal dengan nama Ismail Jabal. Beliau tersohor karena mempunyai
ilmu yang sangat luas, disegani para ulama pada zamannya, bersahabat dekat
dengan Haji Ismail bin Haji Abdul Karim atau sering disebut Ismail Mundu, dan Ismail Kelantan yang cukup berpengaruh di kesultanan Pontianak.
Ketiga tokoh ulama yang sama-sama memiliki nama ismail ini (Ismail Jabal, Haji Ismail Ismail Mundu,
Ismail Kelantan) mempunyai peran
yang berbeda-beda. Ismail Jabal
berpangkat Adviseur Penasehat Agama Kerajaan Pontianak Pada masa Sultan Syarief
Muhammad Alqadrie. Ismail Mundu menjadi mufti kerajaan Kubu. Ismail Kelantan
menjadi mufti pada kerajaan Pontianak.
Juga ada ulama bernama Haji Ismail bin
Haji Abdurrahman, mempunyai
peranan sebagai tokoh masyarakat, Tokoh adat yang menangani berbagai urusan
kemasyarakatan.
Haji Ismail bin Haji Mustapa, dikenal dikalangan masyarakat luas
sebagai salah seorang ahli tabib pengobatan. Beliau menyusun kitab pengobatan
Melayu. Sebuah buku dengan ukuran 16,5 x 10 cm, 44 halaman yang membicarakan tentang
ilmu pengobatan. Di dalam buku tertulis nama al-Haji
Ismail bin al-Haji Mustafa, Pontianak di kampung Tambelan; tarikh hari Rabu
Sanat Zulkaidah 1320 H atau bersamaan bulan Desember 1907 M.(Disarikan
dari artikel http://ace-informasibudaya.blogspot.com/2010/01)
Muhammad Umar bin encik Harun bin Malim Bungsu, lahir di Kampung Tambelan, Pontianak, pada malam Khamis 3 Jumadilawal 1275 H atau bertepatan dengan 9 Disember 1858 M. Ibunya bernama Ruqaiyah binti Haji Abdul Qadir bin Haji Abdul Ghani bin Wan Muhammad Daram bin Encik Wan Mat Thalib bin Encik Wan Jermat bin Umar (Megat Laksamana) bin Utsman (Dato' Kaya Megat Patan Pahang) bin Tuan Kadi Haji Ahmad.
Beliau ini adalah salah seorang tokoh ulama dunia Melayu yang menulis tentang ilmu pelayaran. Salah satunya di tandai dari sebuah manuskrip yang diberi judul Jurnal Pelayaran dan Petuah Melayu, dengan tarikh antara tahun 1291 H/1874 M hingga 1293 H/1876 M.
Selain itu juga, karya-karya karangan beliau ini ialah Sya'ir Negeri Tambelan, (Muharam 1304 H). Kandungannya membicarakan asal usul keturunan Dato' Kaya Tambelan yang ditulis dalam bentuk puisi/syair. Juga buku Perubatan Muhammad Umar Bin Harun Pontianak. Kandungannya secara garis besar ialah catatan bermacam-macam jenis penyakit yang beliau kenal pasti dan cara menangani pengubatannya.
Selain menghasilkan karangan, Muhammad Umar bin Encik Harun juga menyalin Sya'ir Bab an-Nikah karya Raja Ali Haji (24 Zulkaedah 1313 H). Dan menyalin surat Bab an-Nikah Dato' Petinggi Tambelan, dan dia menyalin surat Raja Ali Riau, Pulau Penyengat. Muhammad Umar bin Encik Harun bin Malim Bungsu Wafat di usia 73 tahun, pada 28 Safar 1348 H atau bertepatan pada tanggal 4 Agustus 1929 M. (Berdasarkan dari artikel Wan Mohd. Shaghir Abdullah)
Kampong
Tambelan Sampit kini menjadi kelurahan dengan nama yang sama. Dengan jumlah penduduk sebanyak 7.069 jiwa.
Mendiamai wilayah seluas 0,41km2.
Secara administratif masuk ke dalam wilayah kecamatan Pontianak Timur.
Dengan batas sebelah Utara, jalan Tanjung Raya 1. Sebelah Selatan, Sungai
Kapuas. Sisi Timur, sampai pada Rumah Sakit Yarsi, dan sebelah Barat,
berbatasan langsung dengan Istana Kadariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar