Besar, hitam, kokoh
Tiga kata itu mungkin yang
langsung terbayang di benak kita
begitu kali pertama melihat
mesin air tenaga uap ini.
Keadaan geografis serta kondisi tanah di wilayah Pontianak yang berada
di delta sungai dan berlahan gambut, berpengaruh besar pada kondisi air. Air menjadi coklat terkadang kehitaman dan
payau. Ketersedian air bersih pun menjadi salah satu alasan utama.
Untuk mencukupi konsumsi sehari-hari. Air hujan awalnya menjadi satu-satu
jalan keluar. Namun kadar asam yang
tinggi juga tidak begitu ramah. Belum
lagi ketika musim kemarau yang membuat hujan lebih jarang turun. Kemudian
dicarilah beberapa alternatif lainnya. Mencari tempat yang memungkinkan untuk
adanya sumber mata air salah satu yang dilakukan.
Keberadaan Mesin Uap Sumur Bor ini tidak terlepas akan hal itu.
Sejarah mencatat, pada sekitar tahun 1930an pemerintahan Hindia Belanda membuat
sebuah sumur bor dengan pipa-pipa yang ditanam,
membangun kolam, menyiapkan bak penampungan air dan menempatkan Dampfmaschine (Mesin Uap). Di satu areal tanah sekitar 1-2
km dari batas Selatan Tanah Seribu.
Salah satu pertimbangan dibuatnya sumur bor di lokasi ini kemungkinan
adalah kondisi tanah yang lebih kuat dan lebih rimbun dibanding didaerah pemukiman
‘tanah seribu’ yang berada di tepian
sungai. Terlebih berdasar peta kota Pontianak tahun 1934, tak seberapa jauh
dari nya merupakan areal Landbouw
Proeftuin (Experiment gardens / kebun percontohan).
Sehingga sangat besar kemungkinan, keberadaan Mesin Uap di Sumur Bor
ini adalah bagian dari kebun percontohan yang dikembangkan oleh pemerintahan
Hindia Belanda di Pontianak. Berfungsi untuk menjadi sumber air dan menyalurkannya.
Baik untuk keperluan di Landbouw
Proeftuin maupun untuk kebutuhan air bagi penduduk di tanah seribu.
Hal ini menjadi sangat beralasan, karena di bagian mesin ini terlihat
tanda Ruston-Proctor Company. Sebuah
perusahaan manufaktur yang berdiri sejak 1857 di Lincoln, Inggris. Dan
merupakan perusahaan yang memproduksi mesin dan alat-alat pertanian.
Kini mesin uap tersebut berada tepat di halaman kantor Kecamatan Pontianak
Kota. Kolam penampungan sekitar 2 x 6 meter masih terlihat sedikit di belakang
mesin uapnya. Namun bak penampuangan air sudah tak terlihat lagi, hanya
beberapa patok kayu belian yang tersisa. Sedang pipa-pipa yang ditanam juga
sudah tak diketemukan lagi. Kemungkinan dulunya pipa ini berada dari lokasi
kolam memanjang sampai keareal tanah di belakang SMP.
Berbicara tentang fungsi mesin uap sekarang ini memang sudah tidak
relevan lagi karena tekhnologi telah berkembang. Namun berkaitan dengan
sejarah, keberadaan Mesin Uap yang
berada tepat di halaman kantor Kecamatan Pontianak Kota, Jalan Pangeran Natakusuma
Kelurahan Sungai Bangkong Kecamatan Pontianak Kota ini menjadi satu
bagian yang tak mungkin terpisahkan dalam perjalanan kota Pontianak. Untuk
itulah meskipun bukanlah sebuah bangunan, mesin uap sumur bor ini telah ditetapkan
sebagai salah satu benda cagar budaya.
Sedikit perawatan dengan mengecat, memasang bagian yang
telah copot mungkin akan membuat
keberadaan mesin uap ini menjadi lebih kokoh dan bersahaja. Dan memberikan
informasi tentang sejarahnya. Pasti akan
sangat bermanfaat bagi semua. Bukan hanya untuk bernostalgia dengan sejarah,
namun lebih dari itu, untuk mengambil
makna dari usaha, keberadaan dan
perjalanan waktu. [dimuat di
Borneo Tribune, Minggu, 11 November 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar