Senin, 04 Mei 2015

Istana Al Kadriah




Awak datang’ kame menyambot. Di istana Kesultanan Pontianak
Terlihat jelas kalimat tersebut di Gapura pintu masuk jalan Tanjung raya
menuju istana Kesultanan Pontianak.
Selepas melewati simpang empat lampu mera , tak jauh dari jembatan Kapuas I.
Kemudian jalan lurus hingga diujung jalan berbelok kearah kiri, tepat selepas kantor kelurahan Kampung Dalam Bugis. Terus menyusuri jalan aspalnya, diujung jalan sebelah kiri
perhatikan lebih seksama pandangan anda.


Kesan kokoh dan bersahaja mungkin akan anda rasakan begitu melewati tembok dan memasuki kawasan Istana Kadriah ini. Pada tempo dulu Istana Kadriah merupakan  Pusat Pemerintahan Kesultanan Pontianak. Cikal bakal awal  mulanya didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrachman Alkadri sejak tahun 1771.  
Melangkahlah perlahan melewati pintu gerbang istana berbentuk lengkung, dengan ketebalan tembok beton sekitar 1 meter ini. Bayangkan seolah kita berada di zaman Kesultanan.  Di sebelah kiri dan kanan pintu gerbang utama ini terdapat dua buah meriam Potugis. Dan di bagian atasnya, terdapat semacam balkon/anjungan berbentuk limas yang berfungsi sebagai tempat penjagaan prajurit.
Setelah melewati pintu gerbang utama, memasuki   halaman depan istana terdapat tiang bendera Kesultanan setinggi kurang lebih 5-8 meter, terbuat dari batang kayu belian. Sejarah mencatat, tiang ini didirikan pada hari Senin tanggal 19 januari 1845,  saat Syarif Oesman bertahta sebagai Sultan Pontianak.
Tak seberapa jauh dari tiang bendera Kesultanan ini, tepat di depan bangunan istana terdapat satu meriam kecil berwarna kuning. Beberapa menyebutnya  ‘meriam timbul’.  Mengapa di sebut meriam timbul? Ada cerita yang mengatakan konon meriam ini timbul terapung di Sungai Kapuas. Kemudian  ditemukan oleh Sultan Syarif Abdurahman dan diangkat ke istana. Berfotolah tepat dibelakang atau di sampingnya dengan jarak kamera 3-4 meter di hadapan anda. Bukan karena sesuatu atau lain hal, namun pada posisi berfoto seperti ini keseluruhan bangunan istana akan nampak terlihat. Kesan megah dan anggun akan terpancar pada foto.
Dari sini kemudian kita dapat memasuki istana.  Terdapat  sembilan anak  tangga, karena itulah terkadang disebut juga dengan  ‘tangga sembilan’.  Setelah tangga Sembilan ini, kita akan memasuki  ruang tangga/beranda yang luas. Beberapa waktu lalu disebelah kanannya terdapat satu rangkai bangku dan meja.  Pada bagian atas ruang  tangga/beranda, terdapat sebuah Anjungan. Di bangun oleh Sultan Syarif  Muhammad. Anjungan ini selain sebagai tempat  istirahat Sultan beserta keluarganya. Juga berfungsi sebagai tempat pemantauan terhadap keadaan sekeliling dan pemberitahuan.
Bangunan yang istana Kadriah yang nampak sekarang ini merupakan bentuk bangunan terakhir yang di bangun/direnovasi oleh Sultan Muhammad AlKadri pada tahun 1923. Dimana ada perubahan pada bagian depan dan tangga masuk. Sebelumnya tidak terdapat anjungan dan bagian atas tangga masuk.  Secara keseluruhan bangunan istana Kadriah Kesultanan Pontianak ini terdiri atas 2 lantai. Terdiri atas lima ruangan pokok. Yakni ; anjungan, balairung, ruang singgasana,  kamar kerja Sultan, dan kamar tidur Sultan berserta keluarganya. 

 Balairung atau ruang pertemuan. Biasanya untuk tempat upacara agama, tradisi dan juga tempat Sultan mengadakan pertemuan apabila Sultan menerima tamu, penyerahan kerjasama ekonomi atau kunjungan kerhormatan. Diruang ini juga terdapat   ruang singgasana, dimana terdapat dua kursi tempat duduk Sultan dan permaisuri. Singgasana ini dihiasi dengan lambang bulan bintang sebagai lambang Kesultanan islam. Keberadaan ruang-ruang ini kini difungsikan menjadi ruang koleksi istana kadriah.Di mana didalamnya dapat kita ditemui peninggalan-peninggalan Kesultanan seperti kursi singgasana, pakaian, cermin kaca seribu, keris, meja giok, koleksi tahta, foto keluarga, foto pertemuan kerajaan se nusantara, meriam dan sebagainya.
Pada  sisi kanan dan kiri ruang singgasana ini terdapat enam buah ruang kamar. Kamar kerja Sultan, terdapat di sebelah kanan dan kirinya . Di sebelah kanan, dari arah pintu masuk biasanya sebagai ruang kerja. Dan ruang kiri sebagai tempat shalat Sultan. Kini di ruangan sebelah kanan tersebut terdapat tempat tidur, yang dahulunya tempat tidur Sultan. Ruangan -ruangan lainnya merupakan kamar tidur  para keluarga. Sedang di bagian belakang dari balairung atau ruang pertemuan dahulunya difungsikan sebagai ruang makan dan dapur serta kamar mandi . 
Berdiri 1,5 m dari permukaan tanah , terbuat dari kayu belian, dilapisi cat kuning yang melambangkan kebesaran Kesultanan Melayu. Sudah berkali-kali juga saya mengunjungi bangunan istana ini,  untuk mengantar kerabat atau kawan  yang datang. Ada beberapa alasan, pertama, tentu karena  memiliki keunikan (uniqueness) sebagai warisan sejarah. Dengan  luas bangunan 1.220 m2 menjadikannya sebagai bangunan istana  terbesar di  Kalimantan Barat.  Kedua, karena ada sebuah kesadaran kesejarahan (historical consciousness). 

Secara administratif, Istana Kadriah berada di kelurahan Kampung Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur ini. Dapat dicapai dalam waktu kurang lebih 15 menit dari pusat Kota Pontianak.  Dengan mengunakan kendaraan roda 2 atau roda 4 dapat di capai melalui jembatan Kapuas I. Atau bila melalui kawasan Pasar Parit besar/pelabuhan Sheng Hie dengan menggunakan perahu sampan.
Berhadapan dengan bangunan Istana ini terdapat  Masjid Jami Pontianak.


[Dimuat di Borneo Tribune,  Senin-Selasa, 29-30 Oktober 2012]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar